Menguasai keyakinan
penduduk dunia dengan mayoritas umat agama terbesar kedua (1,5 Milyar) dan SDA
yang tidak tanggung-tanggung, 74 persen cadangan minyak dunia ada di
negara-negara Islam, tidak serta merta membuat umat Islam menjadi pintar dan
kesejahteraannya masih terbelakang.
Menjelang keruntuhan kekhalifahan
Islam terakhir di Eropa (Spanyol) dan Timur tengah. Semua aspek kekayaan Islam
telah diadopsi oleh bangsa yang bahkan tidak mengenal cara mandi sebelumnya,
bangsa Eropa. Kaum feodal ini menjamah seluruh kekayaan, ilmu pengetahuan Islam
dan menjarahnya hingga menjadi lampu penerang bagi mereka dalam menuju sebuah
pencapaian akhir. Dengan tidak mengindahkan aturan agama dan nilai sosial, inti
sari dari peradaban Islam diserap sahabis-habisnya. Tidak dikenal silsilah
keilmuan (amanah ilmu) dalam sejarah barat sebagaimana Ilmu Islam yang memiliki sanad (ilmu riwayat) dan dirayatnya,
hal ini memastikan keilmuan itu hasil peradaban lain sudah tidak otentik lagi
alias adopsi dari peradaban lain.
Lahirnya kaum filosofis yang
membawa perubahan besar dalam tatanan beragama dan bernegara adalah salah awal
kebangkitan mereka. Pemikiran mereka dijadikan tumpuan dalam bertindak dan
bangkit dari keterpurukan di abad pertengahan.
Sekularisme
Dimulai dari sepak terjang kaum sekuler
semenjak abad pertengahan di Eropa membuat pengaruh yang sangat besar
terhadap konsep pemerintahan dan
pemikiran sosial masyarakat hari ini yang disebut sebagai era modern. Sementara
zaman dimana Islam berjaya mereka namakan dengan The Dark Ages, padahal
tanpa Islam kaum feodal tak akan pernah bangkit. Pemisahan antara negara dan
agama adalah salah satu ciri penerapan konsep sekuler. Sekularisme
atau sekulerisme dalam penggunaan masa kini yang secara garis
besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi harus
berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan tertentu.
Prinsip utama pemisahan gereja di
AS, revolusi di Perancis, dan industrialisasi Inggris adalah berdasarkan ide
sekularisme. Pergerakan menuju pemisahan antara negara dan agama dapat berupa
pengurangan keterikatan antara pemerintahan dengan agama negara, menghapuskan
hukum keagamaan dengan hukum sipil dan menghilangkan pembedaan yang tidak adil
pada dasar agama. Hal ini dianggap menunjang demokrasi dan melindungi hak-hak
kalangan beragama yang minoritas. Beberapa negara yang telah menerapkan prinsip
ini adalah Kanada, India, Perancis, Turki dan Korea Selatan. Namun ternyata tidak semua dari negara tersebut
yang berhasil menerapkan prinsip kesetaraan dalam sekularitas, seperti
Skandinavia yang dianggap tidak becus membela kaum minoritas, hingga Perancis
yang melarang penggunaan atribut agama tertentu saja .
Pluralisme Demokratis,
Naturalisme dan Liberalisasi
Makna kaum agamis dan
hukum-hukumnya yang sering dianggap sebagai kalangan konservatif,
cenderung mengalami peyorasi di mata kaum sekular. Mereka dikesankan sebagai
kalangan fanatik. Ide dasar prinsip ini adalah untuk menyudutkan hukum agama
dari sistem bernegara hingga bermuara pada pluralisme yang
menganggap bahwa semua agama samawi maupun ardhi mempunyai ajaran
yang sama. Tujuannya satu, yaitu untuk mengangkat sebuah ide demokrasi
yang berdasarkan pada pencerahan, ilmu pengetahuan dan rasionalisme
hingga menjauh dari agama yang dianggap doktrin takhayul belaka. Tak ayal ide
ini pula yang mengantarkan sebagian besar orang-orang pintar dan jenius pada
“prinsip hidup” yang dinamakan naturalisme. Sebuah prinsip dan
keyakinan bahwa manusia, alam dan seluruh isinya adalah hasil proses alamiah
begitu saja tanpa pencipta.
Mulai dari ide naturalisme
dalam teori-teori darwinisme yang mengatakan bahwa manusia itu
mengalami evolusi hingga menafikan keberadaan Tuhan , sampai pada prinsip hidup
ala barat hari ini yang membebaskan cara berfikir manusia sebebas-bebasnya.
Tidak ada sekat yang membedakan antara manusia dengan binatang dalam cara
berbusana misalnya. “Seorang manusia bebas untuk membuka bagian mana saja dari
tubuhnya karena ia mempunyai hak untuk itu”. Salah satu alasan yang akhirnya
membawa pada konsep liberalisme. Sebuah ide yang membebaskan
pikiran anak manusia. Tidak ada lagi aturan dari nilai moral sosial atau agama
yang mampu menghalangi keinginan manusia. Akhirnya prinsip ini akan menghapuskan
inti ajaran agama dan moral sosial yang ada.
Hegemoni Barat
Dan untuk menggapai tujuan
tersebut banyak cara digunakan oleh “sang dalang utama”. Sistem ekonomi kapitalisme
yang bertujuan merauk keuntungan sebanyak-banyaknya. Semangat pasar bebas
(globalisasi market) yang merupakan semangat Neo kolonialisme
melalui liberalisme ekonomi. Perusahaan besar asing tidak dapat dihalangi oleh
pihak manapun untuk menanam investasi sebesar-besarnya dan akhirnya tidak
sepersenpun keuntungan mengalir ke tangan pribumi. Mayoritas kebutuhan primer
dunia pada sumber daya alam dan manusianya saat ini tengah berada di tangan
yang salah. Hingga dengan mudah mereka mengatur jalur perputaran market dunia
dan membuat sebuah negara menjadi jatuh miskin adalah hal yang sangat logis
dengan alibi krisis moneter.
Kantor-kantor berita yang
memegang kendali isu yang berkembang pun tengah berada di tangan yang salah.
Akses informasi dunia digiring pada satu arah dan tidak berimbang. Menyudutkan
musuh dan menutupi kebobrokan sistem. Hingga dengan mudah pula mereka membuat
sebuah isu menjadi fakta dan realita yang akan dipercayai oleh orang banyak.
Mulai dari jejaring sosial Facebook hingga Twitter yang hari ini terbukti
dipakai untuk melacak kegiatan yang dinilai “terorisme” oleh CIA. Begitu pula
Reuters, CNN, Haretz, NYTimes, Wikileaks (Australia) dan lain sebagainya yang
sudah dijadikan standar dalam prosedur terbaik dan teraktual dalam berita
internasional. Namun kenyataannya membawa kepentingan politik.
Gaya hidup hedonism
menjamur di kalangan jetset dan menengah ke atas yang mempertajam kecemburuan
sosial. Hegemoni barat dalam siklus informasi global tidak dapat
dibendung oleh adat dan norma masyarakat setempat. Mengarahkan opini rakyat
dengan menyebarkan provokasi yang akan menelurkan sentimen negatif terhadap
agama tertentu. Propaganda barat yang meletakkan Islam sebagai agama terorisme,
para pejuang pembela tanah air ( Taliban dan Hamas) adalah teroris. Sementara
teror terbesar yang sebenarnya adalah mengintervensi sebuah negara dengan
mengirimkan pasukan dalam jumlah yang besar untuk membombardir rakyat negara
lain atas nama misi perdamaian tanpa melindungi sipil dan anak-anak. Fakta dan
realita siapa teroris yang sebenarnya diputarbalikkan dengan sekejap mata.
Negara-negara yang berpenduduk
muslim pecah, penempatan Israel di jazirah Arab sebagai sebuah momok dalam
daging bagi bangsa Arab yang sudah lama bermusuhan satu sama lain. Arab adalah
korban dalam pencapaian misi anti-semit Eropa di abad pertengahan. Provokasi
Sunni dan Syiah yang belum jelas juntrungannya siapa yang memihak
siapa. Hingga semangat Bangsa Arab yang membara untuk meruntuhkan rezim diktatorisme
yang pecah dalam semangat The Arab Spring. Semua permasalahan ini bercampur
baur menjadi satu kesatuan yang bermuara pada kejayaan kaum feodal yang
bersembunyi di balik “perdaban nan berkilau” di abad ke 21. Padahal bobrok.
Dunia Islam dan seluruh aspeknya
sudah diserang secara diam-diam sejak berakhirnya perang salib. Perang yang
bertujuan menghancurkan sistem nilai, norma dan moral sudah berlangsung sejak
lama tanpa kita sadari. Ghazwul Fikr merupakan perang terindah dan
terlembut dalam sejarah konspirasi anak manusia. Meracuni raja adalah sebuah
tindakan yang bodoh, tapi mempangaruhi massa untuk menyerang dan merampok ke
dalam istana adalah ide brilian.
Phobia Islam
Islam adalah istana yang sedang
dijarah. Ilmu pengetahuan dan semua ajaran kebenarannya tengah dirampok, dan
nama baiknya tengah diputarbalikkan. Konotasi negatif terhadap Islam ini
akhirnya berbuah pada penyakit akut sentimen masyarakat dunia pada Islam yang
dinamakan Phobia Islam. Takut akan kejayaan Islam yang dahulu
akan kembali lagi. Takut akan kebenaran yang dibawa Islam. Hingga takut akan
terhalangnya Hak Asasi Menusia (HAM) yang selama ini menjadi alasan bagi mereka
dalam menegakkan hawa nafsu belaka. Hak dan kebatilan sudah ditukar dengan
kepingan emas.
Sebuah ajaran menyeluruh yang
memberikan panduan kebenaran dalam menata kehidupan manusia mulai dari dalam
janin hingga liang lahat, mulai dari bangun tidur hingga kembali tidur lagi.
Semua aturan ini tidak dapat dipisahkan dengan negara (sekularisme),
tidak bisa pula ditambah dan dikurangi ataupun dipilah pilih (liberalisme),
apalagi disamakan dengan aturan manusia (pluralisme) yang berujung pada
penafian (Atheisme). Alqur’an dan sunnah Nabi SAW berlaku sepanjang
zaman. Yang membedakannya hanyalah cara pemahaman dan penafsiran mutaakhhirin
(baca : orientalis) yang sering dipandu oleh hawa nafsu dan kepentingan sepihak
tanpa keilmuan yang memadai dan penilaian yang objektif berdasarkan tuntunan
para salaf.
Pemikiran Reflektif
Menurut Ahmad Mukhlis Yusuf,
untuk mengembalikan keditjayaan Islam kembali, butuh pemikiran reflektif.
Yaitu refleksi untuk mengetahui sejauh mana perbuatan umat muslim dapat
dapat mempengaruhi naiknya peradaban Islam. Refleksi itu diambil dari bagaimana
umat Islam mengambil peran kepemimpinan dari level apa saja. Kita harus
bertanya pada diri sendiri, perbuatan apa yang bisa ditunjukkan sebagai muslim
yang baik. Dan tiga aspek militer, ekonomi, dan keilmuwan (pendidikan) adalah
faktor utama yang menentukan sebuah peradaban itu kuat atau lemah.
Maka merupakan kewajiban setiap
individu muslim hari ini untuk menegakkan kembali kebenaran dalam agama Islam
pada dirinya dan masyarakat sekitarnya. Sebagai bekal bagi kita untuk menyambut
kedatangan seorang Imam yang ditunggu-tunggu di akhir zaman nanti. Imam yang
akan memimpin manusia dalam era kejayaan dan kegemilangan Islam, Al-Mahdi
Al-Muntadzhar.
Wallahu a’lam bisshowab.
-Penulis : Muhammad Zakaria Darlin
Jurusan Bahasa dan Sastra Arab,
Fakultas Bahasa Arab Universitas Al-Azhar Kairo.
Pernah diterbitkan di Situs
Majalah Al-Intima’ Rubrik Analisa dan Buletin Idul Fitri SINAI Mesir dalam redaksi berbeda.
0 komentar:
Posting Komentar