Acara favorit anak bangsa di
sebuah saluran TV yang paling banyak diminati di Indonesia :
- musik pagi sampai tengah hari
- gossip artis siang hari sampai sore hari
- reality show yang menjual kemiskinan di sore sampai magrib
- sinetron yang menjual wajah artis tanpa ada faedah yang bisa diambil di malam hari.
- Lawakan dan humor
Apakah ada dampak yang positif
dan mengena dari sekian banyak acara tersebut hingga memotivasi generasi muda
untuk membangun bangsa? Tidak ada yang dihasilkan dari acara tersebut, kecuali
hanya membuat generasi bangsa semakin larut dalam nyanyian kesenangan dan
hura-hura, dan mengajarkan mereka untuk meniru para artis yang mereka idolakan
walaupun artis tersebut melakukan hal yang tidak pantas untuk ditiru.
Perhatikan juga bagaimana para
produser menjual orang miskin lewat program reality shownya yang “katanya”
menggugah nurani untuk membantu sesama, namun yang nampak hanya sekedar
tontonan penghibur semata tanpa ada langkah konkrit untuk menolong. Dan yang
paling miris adalah tontonan sinetron yang jumlah episodenya bereret seperti
anak tangga namun tidak ada manfaat yang bisa dipetik dari sinetron tersebut,
kecuali sekedar pencuci mata dan malahan mengajarkan orang untuk ber-iri hati
dan dendam yang tidak jelas unjung pangkalnya lewat alur cerita yang juga tidak
ada manfaatnya bagi perkembangan bangsa.
Hiburan apa yang bisa
mengangkat citra bangsa ini? Hiburan macam apa yang bisa memajukan akal dan
cara berpikir anak bangsa?
Kemana perginya kuis dan segala
permainan ketangkasan otak yang bermanfaat untuk mengasah kemampuan berfikir
yang dahulu ada di TV? Kemana tenggelamnya televisi yang dahulu mengangkat
pendidikan dan program berita yang
senantiasa memberitakan kemajuan bangsa? Kenapa yang ada hanya berita si A
korupsi, si B memangkas dana, si C membunuh? Acara yang berkualitas seolah
tenggelam ke dasar lautan yang paling dalam seiring dengan tenggelamnya minat
anak bangsa untuk memajukan bangsa dengan iptek dan pendidikan yang memajukan.
Mereka lebih tertarik dengan hiburan dan hiruk pikuk kesenangan sesaat yang
berpotensi menghancurkan identitas bangsa, karena mereka adalah tunas bangsa
yang seharusnya membangun negeri ini. Dari pagi mereka dicekoki dengan musik
sampai tengah hari disuguhi acara yang membahas aib orang lain dan mengungkap
rahasia pribadi orang lain dan mereka bangga mengkabarkannya. Dan di malam hari
saatnya mereka mendengar dongeng yang mengajarkan bagaimana cara membenci
sesama, merusak rumah tangga orang, menjadi peran antagonis, dan perhatikan
bagaimana keadaan anak bangsa saat mereka berada di lingkungan sekolah.
Sekolah merupakan tempat menuntut
ilmu, bukan memamerkan baju. Sekolah adalah sumbernya banyak buku, bukan tempat
berbagi gossip dan cerita sinetron semalam. Sekolahpun seharusnya memajukan
murid, bukan menarik iuran sebesar-besarnya. Sekolah pun telah kehilangan
identitas aslinya di acara yang dipertontonkan setiap hari di mata pemuda
bangsa. Alasan kebebasan berekspresi adalah alibi utama mereka.
Sistem apa yang sebenarnya
harus diterapkan dalam Negara yang besar ini?
Jelang kemerdekaan bangsa
Indonsesia untuk yang kedua kalinya yang ditandai dengan tumbangnya Presiden
berkuasa Soeharto, arus informasi semakin gencar masuk ke bilik-bilik setiap
rumah. Mulai dari kota
sampai perkampungan terpencil menatap ke satu arah termurah dalam mendapatan
akses informasi yaitu TV. Barangkali tidak ada satupun rumah di Negara Indonesia
yang luput dari sebuah benda bernama televisi. TV merupakan media terpenting
dalam penyampaian informasi dari dalam dan luar negeri yang digunakan rakyat
yang katanya komunitas masyarakat Muslim terbesar di Dunia.
Dalam sebuah keluarga setiap
harinya TV akan hidup di setiap sudut rumah paling tidak selama dua sampai tiga
jam. Itu adalah kiraan minimal. Bisa dibayangkan acara apa saja yang
ditampilkan televisi untuk menarik minat penonton dan menaikkan rating. Dan berapa besar jumlah penonton yang akan
terhipnotis dalam naungan tontonan yang sering kita lihat menyalahi nilai dan
norma yang katanya dijunjung tinggi anak bangsa. Dan taukah kita bagaimana televisi itu bisa membentuk opini masyarakat dari
sesuatu isu ke isu yang lain tanpa
disadari oleh masyarakat itu sendiri ?
Sebagai sebuah industri mereka
tidak akan melihat efek dari tayangan, tujuan mereka adalah merauk keuntungan
sebesar-besarnya. Prinsip ekonomi ini sangat berbanding terbalik dengan prinsip
moral dan agama. Karena dengan semua orang bisa memanfaatkan apa saja untuk
merauk keuntungan. Apakah ini yang dinamakan dengan sistem ekonomi kapitalis?
Yang kaya akan bertambah kaya, dan yang miskin tetap miskin, dan tidak ada
kepedulian terhadap efek negative yang timbul dari tontonan yang ditayangkan?
Televisi saat ini banyak
menayangkan program acara yang tidak sesuai dengan nilai moralitas dan norma
yang selama ini dianut bangsa. Program acara yang sangat banyak, full 24 jam namun
tidak berdampak positif bagi kemajuan anak bangsa bahkan cenderung membuang
waktu dan membodohi bangsa sendiri. Jika kita mau berkaca pada Negara lain, Korea misalnya
dahulu tidak dikenal sama sekali oleh dunia. Bahkan Negara tersebut dilanda
wabah dan tidak mampu memproduksi apapun, tidak ada sumber alam. Dari sana mereka bangkit,
mereka memberdayakan sumber daya manusia yang mereka miliki semaksimal mungkin.
Tidak lebih dari limapuluh tahun mereka mampu menjadi Negara produktif. Mereka
menumbuhkan rasa nasionalisme itu dengan memberdayakan akal dan pikiran yang
Tuhan berikan. Hingga saat ini kita mampu melihat bagaimana pesatnya perkembangan
Negara kecil tersebut. Lihatlah sebagian besar merek terkenal seperti Samsung dan Hyundai, bahkan cara
berpakaian mereka menjadi pusat fashion bagi sebagian orang saat ini. Namun apa
yang telah dicapai oleh bangsa kita dengan memakai produk luar? Meniru cara
mereka berpakaian? Tidak pede dengan budaya sendiri? Bukankah mereka bisa maju
karena mereka orisinil dan tidak meniru? Lantas kenapa negeri ini bisanya hanya
meniru dan mencontoh keluar? Kapan kita bisa menjadi contoh dan dicontoh oleh
orang lain?
Apakah negeri ini tidak mampu?
Ataukah manusianya yang tidak mau?
Kemudian timbul pertanyaan besar
di benak kita atas kecenderungan dan minta pemuda pemudi bangsa pada kehidupan
yang hedonis, meterialis, dan hura-hura. Kita tidak perlu lagi menyebut satu-persatu
acara mana yang mengajarkan penonton nya untuk berpikiran mundur ini. Yang
perlu diperhatikan adalah bagaimana caranya agar tatanan pertelevisian di Indonesia
berubah ke arah yang lebih baik. Lihatlah betapa banyak produser yang
berlomba-lomba menarik perhatian pemirsanya dengan membuat trend tertentu tanpa
memperhatikan pergeseran nilai dan norma yang kita anut. Film yang dibuat
sedemikian rupa membodohi anak bangsa dengan judul horror misalnya, namun
isinya dipenuhi kevulgaran belaka. Kemana perginya buku panduan PPKn yang
dahulu dipelajari semasa di sekolah? Apakah jam pelajaran agama di sekolah
masih kurang hingga perlu tambahan waktu dalam memperdalam ilmu agama?
Semakin hari semakin hilang lah
jati diri bangsa besar ini. Tidak ada lagi tokoh dan panutan bangsa yang bisa
ditiru oleh tunas bangsa. Hal ini memaksa mereka mengadopsi ide dan cara
berpikir hingga gaya
hidup dari luar. Tidak dapat disangkal lagi, TV mengambil peran terbesar atas
pergesaran nilai budaya bangsa selama ini.
Lantas siapa yang bertanggung jawab?
Keluarga adalah penentu dalam
baik dan buruknya sebuah karakter tumbuh. Bimbingan orangtua yang baik akan
mampu menghasilkan anak yang baik. Saya tidak mengajak kita untuk berpikir
kolot dan konservatif. Tapi kita tahu bahwa kesalahan cara pandang dan berfikir
kita saat ini adalah karena kita terlalu bebas dan terlalu merdeka dalam
mengambil tindakan. Akal yang kita gunakan sangat terbatas untuk memberikan
sebuah skema benar dan salahnya sesuatu. Hingga kita membutuhkan yang namanya
nilai dan norma yang telah lama dianut untuk berfikir dan berbuat, agar kita
tidak terjebak dalam alur kebebasan yang kebablasan.
Teringat beberapa waktu yang
lalu, kejadian pemerkosaan di Jakarta
sangat marak. Diduga pemicunya adalah rok mini. Beberapa gerombolan wanita
menggunakan rok mini berdemonstrasi di sekitar bundaran HI untuk menuntut
hak-hak mereka agar dilindungi dalam berpakaian. Saya kemudian berusaha
membandingkan hal ini dengan beberapa Negara maju di Eropa misalnya. Banyak
sekali wanita yang berpakaian mini, dan tidak ada diantara mereka yang komplain
ketika orang melihatnya dengan mata nafsu dan tidak menutup kemungkinan mereka
dilecehkan. Kenapa? Karena mereka “siap” berpakaian mini, dan “siap” pula
dengan segala resiko yang akan dialami.
Lain halnya ketika anda
berpakaian mini di daerah yang masih menjunjung tinggi nilai dan norma agama
dan adat. Maka anda harus menyesuaikan diri dengan lingkungan, bukan lingkungan
yang harus menyesuaikan diri dengan anda.
Apakah tidak ada semacam
lembaga yang melindungi hak asasi nilai dan norma? Kenapa setiap langkah dan
pikiran manusia itu harus dilindungi oleh sebuah lembaga yang bernama HAM?
Kenapa tidak ada batasan dalam melindungi HAM? Sehingga sesuatu yang keluar
dari jalur pun bisa dihalalkan atas nama HAM?
Negara ini sangat membutuhkan
perubahan yang dapat meng-instal ulang seluruh komponen software dan hardware
yang ada dalam seluruh elemen masyarakat. Dan salah satu pemicu dalam
pergerakan menuju perubahan itu adalah televisi. TV dapat menjangkau seluruh
komponen masyarakat. Dengan menggunakan TV sebagaimana seharusnya, masyarakat
dapat melihat bagaimana caranya bersikap dan bertindak demi kemajuan bangsa.
Isilah TV dengan segala program yang menunjang kemampuan berfikir masyarakat agar
lebih maju. Tidak perlu lagi acara lawakan-lawakan dan humor tidak bermanfaat
diputar setiap waktu. Sudah saatnya kita merombak dan mereformasi media
elektronik termurah ini dalam bekerja. Karena titik lemah nya akan menjadi
titik lemah bagi bangsa, sebab ia diperhatikan oleh jutaan pasang mata .
Inilah saatnya kehadiran sebuah
televisi Islam yang dinantikan membawa perubahan. Mengajarkan kebaikan dan
mengangkat kembali nilai moral dan agama menjadi tuntunan hidup. Cukup sudah
dengan hiburan nonsense yang melalaikan generasi bangsa. Masih banyak PR
generasi bangsa ini untuk dikoreksi bersama, mulai dari permasalahan
kesejahteraan, kemiskinan, korupsi, hingga carut marut aqidah umat yang semakin
lama semakin membesar. Cacat ini harus segera ditambal, luka harus secepatnya
diperban. Agar tidak mengalir lagi korban karena TV, karena arus informasi yang
salah. Dan alumni Al-Azhar adalah salah satu elemen yang bertanggung jawab atas
hal ini. semoga saja “kemenangan” itu segera datang.
0 komentar:
Posting Komentar