Home » , » Ummi, lihatlah aku berhasil mendapat nilai Jayyid Jiddan

Ummi, lihatlah aku berhasil mendapat nilai Jayyid Jiddan

Written By MZD's on Kamis, 18 Agustus 2011 | 08.07


Siang ini tanggal 18 Agustus 2011, aku baru selesai mengerjakan sholat Dzuhur, dan kemudian tiba-tiba Ahmad Sina, Teman Mesirku menelepon. Dalam tenang ia memberitakan padaku bahwa aku najah ke tingkat tiga di Fakultas Bahasa Arab Universitas Al-Azhar. Tunggu dulu, dia belum selesai, dia melanjutkan bahwa aku mendapatkan takdir Jayyid Jiddan.

“Wallahi? Zakaria min? Muhammad Zakaria wala eh?”, jawabku dengan penuh keraguan.
“ana musy arif, inta fen dil wa’ti, fil bet? Inzil bas”, perintahnya.
“tob haagi lal kulliyah dil wait”, jawabku.

Dengan sigap aku langsung mengganti baju tanpa menyisir rambut, aku datang dengan pakaian seadanya, dan seluruh tubuhku bergetar. Tanganku terasa dingin, tubuhku lemas, serasa puasa hari ini begitu melelahkan mendengar berita itu. Yang ada di fikiranku Cuma ada 3 hal, pertama aku memang benar-benar mendapatkan takdir Jayyid Jiddan. Kedua, si Ahmad salah lihat namaku karena nilaiku cuma Jayyid seperti tahun kemaren, dan yang ketiga aku membayangkan nilai rosib.

Aku sudah tidak sabar, kupercepat langkah seribu menuju kuliah yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari flat yang aku huni itu. Di tengah perjalanan yang tergesa-gesa itu, aku ingat nazarku pada Tuhanku, bahwa aku akan berpuasa 10 hari berturut-turut jika aku bisa mendapatkan takdir Mumtaz dan 5 hari berturut-turut jika takdirku Jayyid Jiddan. Dengan nafas tersengal-sengal aku benar-benar meminta pada Allah agar ia mengabulkan doaku ini. Dan aku berfirasat tidak mungkin rasanya aku akan mendapat takdir mumtaz, itu sangat sulit, apalagi di Fakultas Bahasa Arab. Lantas dengan spirit yang menggebu-gebu, rasanya aku pede sekali nilaiku akan naik tahun ini. Sebab tahun kemarin nilaiku memang sudah nyaris Jayyid Jiddan, Cuma kurang beberapa poin. Langsung saja, aku menambah nazarku. Jika sampai aku mendapat nilai Jayyid Jiddan aku akan beri’tikaf di 10 hari terakhir Ramadan tahun ini.

Beberapa kali aku mengulang nazar itu dalam hati.  Sesaat kemudian aku sampai di belakang kuliah. Sudah berkerumun beberapa orang di sana. Aku memperhatikan ada dua orang Indonesia. Yahdi dan Adit yang satu kelas denganku. Dengan kecewa Yahdi memberitakan padaku bahwa ia Rasib dengan tiga mata kuliah tahun ini. Dengan menyesal aku berusaha menenangkannya, begitupun dengan Adit yang matanya sudah memerah melihat hasil ujian itu. Lantas dengan sigap Yahdi menyebutkan bahwa aku mendapat takdir Jayyid Jiddan? Langsung saja aku melongokkan kepalaku ke barisan nilai itu. Ya Allah… ternyata tidak sia-sia usahaku selama ini. Aku berhasil mendapatkan nilai Jayyid Jiddan. Sebuah nilai yang aku dapatkan dengan usaha pontang panting siang malam di rumah dan masjid menghafalkan syai’r-sya’ir Arab.

Tuhan memang Maha Mendengar. Ia sayang padaku. Allah benar-benar merahmati aku. Ia Maha Adil. Aku merasa banyak sekali dosa dan kesalahan yang telah aku lakukan pada Nya. Rasanya aku tidak pantas menerima nikmat yang begitu besar ini. Benar-benar suatu anugerah di dalam kekeringan hatiku. Aku langsung bersujud di saat itu. Aku ingin Allah tahu bahwa aku sangat senang menerima hadiah dari Nya.
Dalam kesenangan dan nikmat ini aku ingin berteriak pada dunia rasanya bahwa aku bisa mencapai nilai setinggi itu di universitas Al-Azhar. Namun aku ingat, nazarku satu lagi. Bahwa jika aku sampai mendapatkan nilai Jayyid Jiddan atau Mumtaz aku tidak akan memberitakannya secara eksplisit (mulut ke mulut) kepada siapapun di luar keluargaku.  Jika dibandingkan dengan di LIPIA Jakarta, rasanya seribu kali lebih susah mendapatkan nilai Jayyid Jiddan di Al-Azhar. Dahulu aku bisa berleha-leha di atas kasur dengan menghafal sedikit saja ketika di LIPIA. Namun sekarang, aku harus hijrah siang hari ke masjid Al-Azhar untuk sekedar konsentrasi dan menghafalkan bait-bait keramat itu. Dan malamnya aku ke Masjid Husein untuk kembali menyendiri. Rasanya badanku sudah habis dimakan oleh pikiran dan otakku yang sudah kepenuhan selama satu bulan lebih masa ujian tersebut.

Tapi itu semua tidak sia-sia. Tujuh belas hari aku berdoa di setiap berbuka puasa agar Allah mengamanahi aku nilai JJ atau mumtaz itu. Alhamdulillah Allah memberiku kesempatan untuk data merasakan kebahagiaan mencapai prestasi Jayyid Jiddan (baik sekali) di Al-Azhar. Tidak henti-hentinya aku mengucap alhamdulillah. Di saat ini ada satu orang yang ingin aku beritahukan padanya bahwa aku sudah berhasil. Orang yang paling aku cintai sampai saat ini. Ialah Almarhumah Ummi.

“ Ummi, lihatlah aku sudah berhasil saat ini mencapai prestasi yang Ummi inginkan, inilah yang bisa aku persembahkan untuk Ummi, lihatlah mi… ini hasil jerih payahku di tanah orang. Ummi yang jauh di sana, Ummi yang telah meninggalkanku sendirian di dunia ini, pandanglah anakmu saat ini, ia sangat gembira mendapatkan nilai ini. Ummi lihatlah nilaiku, dahulu ketika aku juara kelas dan juara umum Ummi selalu tersenyum bahagia menandatangani rapor ku. Rasanya ingin aku melihat senyuman itu lagi. Bisa kulihat betapa bangganya ia ketika memberitakan pada teman-temannya bahwa aku juara kelas. Ingin aku memeluk Ummi menangis di pundakmu memberitakan kabar baik ini. Bahwa aku telah berhasil mendapatkan nilai Jayyid Jiddan di Universitas Al-Azhar Mesir, seperti halnya ustadz dan guru mengaji Ummi itu. Sungguh aku sangat gembira Ummi, dengarlah aku Ummi …”

Air mataku tidak terbendung lagi, hatiku sangat senang saat ini, mataku meneteskan air. Entah air mata kesenangan atau air mata ungkapan syukur. Ia mengalir deras. Andai saja Ibuku tahu aku mendapatkan nilai ini, tentu ia akan sangat bahagia…

Ya Allah, aku persembahkan nilai ku ini untuk orang tuaku yang telah mengorbankan hidupnya untukku, untuk Ibuku di surga Mu yang tengah melihatku saat ini, ya Allah doaku dan pintaku pada Mu, Pertemukan aku dengannya di surgaMu nanti setelah aku mati.

Ternyata ada satu lagi nazarku, baru saja teringat. Aku akan memberikan “makanan enak “ pada seorang ibu yang suka duduk di jalanan dekat rumahku dengan menutup seluruh wajahnya itu. Aku menaruh kasian padanya sejak lama, maka nazar itu yang akan aku lakukan untuk membuatnya bahagia. Insya Allah.

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam…


Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Site Owner

Foto Saya
Hussein, Cairo, Egypt
interest n honest, like humour n little humouris innocent...dan quitest..righteous,...to the point...no courtesy ...,,,bored...sometime like alone and i like tobe alone,( i dont know why),,,melankolic,,n romantic....occasionally emotional.. humble, easy going, ...(nice tobe invited by someone to go to somewhere) , also a traveller who's dream to colonize the world...at least the conqueror countries...i have to go there...yeah...God willing .,,fed up when the troubles come,...education absolutely no.1 and followed by love..hahaha kidding...i have never dated...n anti-dating....my motto is "my first girlfriend is my lovely wife...someday" hehehe....God willing.... someone said that i am bad-tempered, when my angry comes, my eyes become out ...hahaha...( joke) ....next...i hate foods wich are contain chemical substances, i am sistematically person ......but dont know how to practice ...hahaha... wanna be succesman in this world ...and the day after... God willing... ups.....i am faithfull man...oncetime i fall in love, for me its gonna be difficult to forget it ...

Renungan

Allah adalah satu-satunya yang paling berhak untuk kau jadikan tempat berharap.

Manusia yang hebat tidak akan mengeluh sebelum ia sampai pada tujuan.


Cinta adalah ketika seorang Ibu merawat anak-anaknya sendirian tanpa keluhan.


Wanita sholeha tidak akan menjajakan hatinya pada setiap lelaki dengan gratis.



Followers

Popular Posts



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Youth of a Moslem - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger