Sudah lebih setengah bulan puasa, baru berkesempatan silaturahmi ke keluarga ku di SINAI (Studi Informasi Alam Islami). Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, tanganku sibuk memencet tombol remote televise. “Klik!”, ternyata sebuah saluran lawakan Arab. Seorang wanita berhijab dan seorang lelaki menjadi pemandunya, sepertinya juga ada kuis interaktif berhadiahnya. Ternyata yang beginian juga ada di Arab, heran bercampur geli karena isi acaranya tidak jauh seperti lawakan di negeriku yang acak adut menggelitik isi perut. Tidak salah, masih manusiawi, namun kurang wajar saja kalau acara seperti itu ada di channel bangsa muslim ini. Seorang seniorku melihat ke arah TV dengan mata heran, ah langsung saja kupindah ke channel lain.
Buka puasa kira-kira masih setengah jam lagi. Tiba-tiba ada yang membunyikan bel rumah, seperti biasa yang paling dekat pintu dia yang membukakan pintu. Tidak ada yang berbeda setiap kali aku datang ke SINAI, tidak pernah ada wanita yang mengetuk pintunya. Hari itu berbeda, aku kaget bukan kepalang. Seorang perempuan berkebangsaan Afrika berhijab dan bercadar dengan mengucapkan salam sambil memegang dua mangkuk makanan di depan markas ikhwan SINAI berdiri di depan pintu.
Mau apa perempuan itu?
Wanita itu menggunakan baju cokelat, berhijab dan cadar hitam. Dalam hati aku menyangka, mungkin ia mau berbagi makanan berbuka. Aku sambut dua mangkuk piring penuh itu dengan melemparkan senyuman, dan dari belakang pintu bapak Direktur menyodorkan dua piring kosong bersih yang sudah dicuci agar aku berikan pada wanita itu. Dalam hati aku sudah bisa menebak, bahwa perempuan ini mengantarkan makanan setiap hari ke markas kami. Memang orang Mesir suka berbagi maidaturrahman di bulan yang diberkahi ini. Sangat terasa pengamalan sunnah Nabinya. Saling mengasihi, berbagi dan mencari redha Allah di negeri Kinanah ini.
Dalam beberapa saat aku baru tahu bahwa wanita itu ternyata tinggal tepat di flat depan SINAI. Dan lebih kagetnya lagi, wanita itu bukan orang Mesir, tapi orang Somalia.
Somalia yang sedang dilanda perang saudara dan kelaparan yang tak berkesudahan sampai saat ini, adalah negeri asal perempuan yang memberikan makanan tadi.
Bukan main takjubku saat itu, hingga aku sempat mengabadikan makanan ta’jil yang diberikan perempuan Somalia itu dengan ponselku.
Dua mangkuk itu berisi makanan yang belum pernah aku coba sebelumnya. Satu mangkok berisi pudding yang rasanya agak aneh di lidah orang Asia, namun enak dan menyegarkan karena berisi anggur dan potongan pisang. Di mangkuk lainnya, ada kurma dan gorengan seperti di Indonesia berbentuk segitiga. Setelah digigit ketahuanlah bahwa isinya adalah kibdah (hati). Gorengan itu benar-benar enak. Belum beberapa menit sudah laris dicicip. Rasa kagum pun bertambah, karena baru kali ini aku makan gorengan di Mesir dan rasanya pun nyaris sama dengan yang di Indonesia.
Saat itu pikiranku melayang ke negeriku nun jauh di seberang samudera, Indonesia. Mereka orang Somalia, yang saudara-saudaranya sedang kelaparan ini, mau berbagi dengan sesama di bulan Ramadan kepada orang yang tidak ia kenal bahkan bukan dari bangsanya. Aku pun teringat dengan jutaan Orang Mesir lainnya yang senantiasa berbagi makanan berbuka setiap hari di bulan Ramadan semenjak pertama kali ku menginjakkan kaki di negeri ini.
Dan kemudian pikiranku terbang menerawang ke Indonesia. Aku teringat bagaimana gaya kehidupan bertetangga di negeriku. Nyaris sudah seperti di Negara barat yang ananiyah (selfish) dan tidak peduli dengan tetangganya. Membangun pagar rumah setinggi pagar penjara. Membuat makanan namun tak pernah berbagi pada tetangga. Aku tertegun dan berfikir, apa yang salah sebenarnya dengan penduduk di negeriku?
0 komentar:
Posting Komentar