Sebenarnya apa batas dari sebuah kebebasan? Bagaimana seorang manusia bisa memberikan pandangan yang sama terhadap semua persoalan ke-manusia-an agar semua nampak adil dan rata? Sementara hawa nafsu manusia selalu menunggangi setiap tindakan dan keputusan yang ia ambil? Lantas bagaimana bisa hukum yang dibuat oleh manusia bisa diterima oleh semua kalangan manusia di atas bumi ini, sedangkan corak dari norma mereka beragam adanya? Hukum apa yang bisa dijadikan sebuah timbangan yang adil agar nampak sebuah peradaban yang lebih beradab? Bukankah akal dan keinginan (hawa nafsu) manusia selalu memerintakan kepada keuntungan pribadi? Lalu kenapa selalu memaksakan kehendak bahwa “adil itu ala barat, hukum yang benar itu ala barat, dan kebebasan yang benar itu ala barat”?
Konsep kebebasan
Kebebasan yang didengung-dengungkan nampak begitu indah layaknya fatamorgana yang tiada henti menggoda musafir yang sedang kehausan. Banyak kekeliruan yang diambil namun selalu dipaksakan agar kelihatan seperti sebuah kebenaran. Makanan yang kita makan adalah berbeda, kulit kita berbeda, dan udara yang kita hirup pun berbeda satu sama lainnya, namun kenapa ada yang berani menyamaratakan arti dari sebuah nilai sosial kemasyarakatan satu dengan yang lainnya. Bukankah norma dan nilai di Indonesia itu jauh berbeda dengan norma dan nilai di barat? Sungguh aneh memaksakan sebuah nilai yang merupakan ciptaan akal manusia kemudian diterapkan pada tatanan masyarakat yang tidak sesuai?!
Kerumitan memang kerapkali terjadi ketika manusia dihadapkan pada dua pilihan, untuk membela hak asasi-nya sebagai manusia (kebebasan), ataukah menetapkan suatu yang benar itu sebagai suatu kebenaran begitu pula sebaliknya dengan kejahatan.
KBBI menyebut kebebasan dengan” lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dsb sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dsb dng leluasa)”. Artinya kebebasan adalah ketidakterikatan diri (internal) oleh hal di luar diri (eksternal).
Bisa dikatakan, kita semua sepakat dengan definisi kebaikan, namun kita tidak sama dalam menafsirkan batasan-batasan kesalahan hingga bisa dikatakan kejahatan ataupun dosa. Inilah salah satu faktor terjadinya perbedaan dalam tindakan hukum di setiap wilayah di bumi ini. Di Indonesia, memasuki rumah orang tanpa salam dan basa-basi dianggap sebagai sebuah kesalahan, memberhentikan kendaraan umum dengan tangan kiri adalah sebuah kesalahan, tidur dengan yang bukan muhrim adalah dosa. Sementara di barat, seseorang berhak untuk melakukan apa saja selama ia tidak mengganggu hak orang lain, seorang wanita bertelanjang dada adalah sebuah kebiasaan, minum minuman beralkohol adalah kebiasaan. Bahkan justru sebaliknya, suara azan bisa diadukan ke pihak berwajib dengan tuduhan menganggu ketenangan orang lain.
Dalam kristen muncul sebuah dogma “The Death Of God Theology” atau DOG Theology. Konsep “allah mati” milik Nietzche ini bangkit kembali di tahun 1960-an, mengusung ide kebebasan manusia yang terlepas dari Allah. Dengan bebas dari Allah, maka segala hal tergantung dari keputusan pribadi manusia sendiri. Teologi ini menyebut arti hidup manusia itu terletak pada keputusan pribadinya dan bukan disebabkan masuknya Tuhan diantara manusia atau pertemuan Allah dengan manusia ataupun utusan Allah diantara manusia.
Menurut DOG Theology, orang disebut bebas jika ia dapat berbuat sesuatu sesuka hatinya. Di sini “bebas dimengerti sebagai terlepas dari segala kewajiban dan keterikatan. “Bebas” jika tindakannya tidak dipengaruhi atau intervensi atau ditentukan oleh hal diluar diri – termasuk Allah. Manusia yang bebas adalah manusia yang memiliki dan memilih sendiri perbuatan-perbuatannya. Kebebasan adalah kondisi tiadanya paksaan pada aktivitas saya. Jika orang ingin bebas, maka ia harus terlepas dari konsep ke-Allah-an.
Kebebasan semacam inilah yang disebut dengan kesewenang-wenangan atau dalam Islam lebih dikenal dengan istilah Dzulm (tajaawuz ‘anil had) artinya keluar dari aturan dalam mengambil tindakan, sehingga ada pihak yang dirugikan secara sadar ataupun tidak langsung. Dzolim ini juga bisa dikategorkan menjadi dzolim terhadap diri sendiri maupun dzolim terhadap orang lain dan alam sekitar.
Indonesia dan Kebebasan
Arus kebebasan di Indonesia sudah mulai terlihat asapnya pada awal tahun 90-an. Dengan disokong oleh banyak media yang menyediakan bermacam arus informasi dari dalam dan luar negeri. Beberapa channel televisi membawa beragam acara luar negri untuk disajikan kepada anak negeri. Mulai dari telenovela, acara musik, film, kebudayaan, dan segala macam tetek bengek hiburan ala barat nya. Sangat banyak alat komunikasi yang memudahkan masuknya arus informasi mulai dari pager hingga handphone telah bisa ditemukan dengan mudah, televisi sudah memenuhi setiap sudut rumah, hingga walkman player, dan laptop. Sehingga gaya hidup pun berubah seiring dengan perkembangan zaman.
Hingga akhir abad 20, mahasiswa-mahasiswa berjiwa pahlawan jatuh berguguran demi mempertahankan arti dari kebebasan rakyat, menuntut ke-transparan-an aparatur pemerintah, dan menindak para penjahat berdasi yang menindas rakyat secara halus. Semua dilakukan atas nama kebebasan. Mereka menginginkan sebuah kehidupan yang baru, sebuah reform dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hingga saat itu datang, dan masuklah segala jenis arus informasi bernada kebebasan. Dalam sebuah situs berita dimuat bahwa Amerika berbangga hati melihat Indonesia dapat menggunakan sarana internet dengan sebebas-bebasnya - Duta Besar Amerika Serikat (AS), Scot Marciel, merasa senang atas kebebasan internet yang telah berlangsung di Indonesia. Dia menilai pemerintah tidak perlu sampai mengekang kebebasan internet.
"Saya melihat kebebasan internet sudah cukup luas di sini [Indonesia]. Makin banyak masyarakat yang menyadari manfaat internet dalam menyampaikan ekspresi dan kritik," kata Marciel dalam diskusi singkat dengan sejumlah wartawan di kediamannya di Jakarta, Jumat 18 Februari 2011.
Menurut Marciel, kebebasan internet di negeri ini sudah terbukti dengan aktifnya banyak warga Indonesia di laman-laman media sosial. "Indonesia memiliki komunitas facebook terbesar kedua di dunia, dan pengguna ketiga terbesar untuk Twitter," kata Marciel yang baru bertugas selama enam bulan di Jakarta.
"Saya melihat kebebasan internet sudah cukup luas di sini [Indonesia]. Makin banyak masyarakat yang menyadari manfaat internet dalam menyampaikan ekspresi dan kritik," kata Marciel dalam diskusi singkat dengan sejumlah wartawan di kediamannya di Jakarta, Jumat 18 Februari 2011.
Menurut Marciel, kebebasan internet di negeri ini sudah terbukti dengan aktifnya banyak warga Indonesia di laman-laman media sosial. "Indonesia memiliki komunitas facebook terbesar kedua di dunia, dan pengguna ketiga terbesar untuk Twitter," kata Marciel yang baru bertugas selama enam bulan di Jakarta.
Jika ditilik lebih lanjut, keberadaan internet sebagai media kebebasan dalam berekspresi memang sangat besar manfaatnya. Namun satu hal yang tidak dapat dipungkiri, bahwa mereka telah lebih dahulu merancang produk-produknya untuk menyukseskan politik luar negeri si pemilik internet. Ambil saja contoh para pemegang saham kantor berita, Reuters misalnya yang merupakan aset Negara Yahudi, televisi dan seluruh channelnya yang telah dibuat sedemikian rupa dengan berbagai hiburan yang tujuannya “sama” yaitu untuk menghipnotis dan mendoktrin, atau juga jejaring Facebook yang merupakan lejitan dari seorang berdarah Yahudi yang senantiasa dipakai miliyaran manusia, hingga setiap inchi dari Microsoft yang kita gunakan, adalah bertujuan untuk mewujudkan sebuah kebebasan yang mereka inginkan.
Secara tidak sadar, kita telah dibawa pada sebuah lingkaran absensi yang memperlihatkan eksistensi setiap individu hingga memudahkan mereka untuk memantau dan mengatur kita lebih jauh. Pernahkah kita tersadar suatu saat nanti, handphone yang kita miliki akan bisa dilacak? Atau direkam setiap pembicaraannya? Atau di setiap sudut jalanan kota ada kamera CCTV yang dengan pakem memantau setiap gerakan kita? Atau segala biodata yang kita isikan di setiap laman internet suatu saat akan dimanfaatkan oleh pihak ketiga? Tentunya semua kemudahan akses informasi ini suatu hari nanti harus dibayar dengan harga yang mahal bagi para penggunanya yang setia. Karena seperti kata pepatah bahwa di dunia ini tidak ada yang gratis.
Lantas apa yang harus dilakukan agar bisa mengurungkan segala niat jahat oknum yang saat ini masih menyembunyikan batang hidungnya ini?
Islam dan Kebebasan
Kebebasan di dalam bahasa Arab disebut dengan Hurriyah (mashdar shina’iy dari kata Hur) yang jika diartikan menjadi “terlepas” atau “bebas”. Menyelidik makna kebebasan yang Islam suguhkan sangatlah menarik. Karena lebih dari 14 abad lamanya, Islam telah berhasil menguapkan ide kebebasan yang sejalan dengan norma-norma dan nilai-nilai setiap kebudayaan dan peradaban. Terbukti Islam menjadi satu-satunya agama yang tercepat perkembangannya hanya dalam kurun waktu 14 abad telah menjadi agama terbanyak kedua yang dipeluk oleh dunia.
Banyak contoh kebebasan yang dijamin Islam. Kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan hidup yang sejalan dengan norma sosial masyarakat. Karena Islam turun sebagai agama sempurna yang tidak ada sedikitpun kekurangan padanya.
Sementara itu fitnah memang selalu datang kepada kebaikan. Julukan sebagai agama teroris, agama pengekang kebebasan wanita, agama poligami, telah nyata-nyata dibantah oleh Islam itu sendiri. Orang yang mengenal Islam, pernah membaca Al-qur’an, memahami apa yang ia baca, dan kemudian melihat dengan mata hatinya, niscaya ia akan menemukan bahwa semua tuduhan tadi adalah tidak berdasar. Islam datang sebagai solusi. Islam datang membawa kasih sayang. Islam datang dengan membawa kedamaian.
Terror yang selama ini ditujukan atas nama Islam, sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Islam tidak pernah mengajarkan mengangkat senjata kepada sesama manusia, kecuali dengan beberapa kondisi. Islam juga menjaga martabat wanita dengan memerintahkannya menggunakan hijab, menutup seluruh aurat, demi kepentingan wanita itu sendiri. Islam peduli dengan cinta dan percintaan anak manusia, islam membolehkan poligami agar manusia mengetahui bahwa Allah memahami isi hati anak manusia.
Tidak ada satupun ajaran Islam yang membawa mudharat. Semua kebebasan dijamin di dalam agama ini. Karena kebebasan yang ditawarkan membawa manfaat bagi manusia itu sendiri.
Ada banyak non-muslim yang bertanya, kenapa dalam Islam diharamkan sesuatu yang ada di bumi ini, lantas kenapa diciptakan kalo tidak boleh digunakan? Pemikiran semacam ini sangat picik dan sesat.
Allah menciptakan semua hal, baik dan buruk. Dan tinggal kita yang memilih apa yang baik dan apa yang buruk. Allah mengharamkan zina karena didapati padanya sebuah keniscayaan akan ketagihan, karena hubungan badan secara psikologi dapat menimbulkan rasa ketagihan. Dan ingin terus mengulangi. Islam mengharamkan segala hal yang membawa mudharat bagi pemeluknya. Begitu juga dengan alcohol yang bisa merusak akal si peminum, sama halnya dengan memakan binatang babi yang mengandung banyak sisi negative ketimbang positif nya. Maka dari itu, nyatalah bahwa Islam peduli dengan manusia dan kehidupan kemanusiaan. Tak satupun dari pergaulan, adab dan ilmu yang tidak diajarkan Islam.
Sementara di agama lain, kita dapati semua hal itu diperbolehkan. Tidak ada tuntunan. Bahkan cenderung menjerumuskan. Tidak jelas apa itu dosa, apa itu pahala dan kebaikan. Tidak ada sebuah motivasi agar berbuat kebajikan. Sementara Islam memotivasi pemeluknya untuk senantiasa menambah amal kebaikan agar timbangan kebaikannya kelak di akhirat melebihi dosanya, hingga ia bisa dikategorikan sebagai ahli surga.
Terlebih lagi bagi orang yang tidak beragama atau atheism. Segala yang difikirkannya tidak jauh berbeda dengan binatang. Karena menurutnya ia diciptakan oleh bukan sesiapa. Ia hadir di dunia ini tanpa tujuan apa-apa. Dan akan kembali mati seperti halnya binatang yang tak tau cara berfikir. Mereka cenderung memperbanyak kesenangan di atas dunia, layaknya tak ada beban dan tanggung jawab. Mencari keuntungan pribadi dan tidak peduli dengan orang lain. Mereka mengandalkan akal untuk dijadikan Tuhan.
Tidak kita dapati orang-orang yang berpegang pada akalnya, kecuali mereka akan tersalah dalam berfikir (tersesat) suatu hari nanti. Tidak kita dapati orang yang berpegang pada hartanya kecuali harta itu akan berkurang suatu hari nanti. Tidak kita dapati orang yang berpegang pada Tuhan selain Allah atau tak bertuhan, kecuali dirinya akan merasa hina. Tidak kita dapati orang yang berpegang pada manusia, kecuali ia kan merasa bosan suatu hari nanti. Dan siapa yang berpegang pada Allah maka ia tidak akan tersesat, tidak akan merasa kekurangan, tidak akan dihinakan, tidak akan merasakan bosan. Itulah nikmatnya keimanan.
Kebebasan yang diusung oleh Islam dapat kita temui dalam rangkaian sejarah yang membuktikan bahwa Islam patut dijadikan contoh sebagai Kebebasan yang sebenarnya.
Di zaman Rasulullah saw, orang-orang kafir dzimmi dilindungi hak-haknya selama ia masih ta’at dan membayar jizyah di bawah lindungan Negara Madinah. Dan keadaan ini belangsung lama hingga zaman khalifaturrasyidin dan Dinasti Umaiyah dan Abbasiyah.
Rasanya cukup dengan membaca sejarah kita akan melihat sebuah peradaban yang didambakan oleh semua umat manusia. Islam adalah solusi yang tepat.
Adapun serangan pemikiran (ghazwul fikri) yang dilakukan oleh musuh Islam melalui media-media dan beragam cara propaganda laninnya akan dengan sendirinya dapat ditangkis oleh filter berupa keimanan yang tebal atas izin Allah tentunya. Karena tidak semua orang yang beradarah baik, akan menjadi baik, sebagaimana halnya Istri Nabi Luth as, Kan’an akan Nabi Nuh as, yang mana mereka berasal dari lingkungan kenabian. Namun asap jauh daripada api walaupun darah itu lebih pekat daripada air.
Kebebasan di Indonesia
Setelah zaman orde baru runtuh, dimulailah sebuah era dimana semua alat komunikasi dan benda-benda canggih mulai banyak ditemukan di kalangan menengah ke bawah. Semua kalangan dapat menikmati canggihnya bersosialisasi. Hingga mereka dibawa ke sebuah pemikiran bahwa yang memegang kendali akal dan segala aktivitas kita adalh diri kita sendiri, hingga kita berhak untuk membuat sebuah hukum sendiri dan menentukan jalan kehidupan kita sendiri, walaupun itu keluar dari nilai dan norma,
Pemikiran plural atau liberal semacam ini telah menjalar dan merasuk ke semua lapisan masyarakat di Indonesia. Mulai dari ranah pendidikan hingga yang buta huruf sekalipun. Mereka begitu paham bahwa hidup ini hanya sekali dan harus dinikmati sepuas-puasnya, namun mereka tidak menyadari mereka telah lalai terhadap nilai dan norma yang mereka ciptakan sendiri.
Adat dan kebudayaan yang telah lama bersarang di tubuh masyarakat lama-kelamaan akan pudar dengan masuknya pemikiran liberalis ini. Tak elak, banyak orang yang kehilangan arah tujuan hidupnya kita dapati ketika mereka berpegang pada nilai kebebasan ala baratnya. Tidak mereka temukan keindahan dalam hidupnya, karena mereka telah merasakan segala hal yang ingin mereka rasakan. Tak ada penghalang bagi keinginan (nafsu) mereka. Hingga mereka cepat merasa bosan dengan kehidupan.
Satu persatu Allah memperlihatkan kepada kita bagaimana para liberalis ini bekerja di kehidupan kita dengan nyaman nya, hingga kita tidak menyadari keberadaanya. Segala bidang telah mereka susupi. Mulai dari pemerintahan ada yang namanya sebuah lembaga masyarakat yang bekerja di bawah naungan hukum atas nama hak asasi manusia. Namun yang bekerja di sana isinya kalangan manusia yang tidak tahu apa arti hidup, dan hanya mencari sebuah kebebasan belaka. Mereka akan mati-matian membela hak asasi seorang manusia untuk beragama, meskipun agama yang dipeluk itu menodai agama lain. Atau kita bisa temukan mereka membela kaum minoritas yang dikucilkan oleh norma masyarakat, karena mereka “berbeda” dari umumnya manusia. Namun dibela mati-matian dan dianggap itu adalah sebuah hak asasi manusia. Hukum minoritas yang mereka pahami adalah selalu pihak yang dizolimi. Sedangkan mereka lupa bahwa kaum minoritas itu adalah bertentangan dengan prinsip kebenaran yang dianut semua manusia. Seperti kalangan “LGBT” misalnya.
Hingga oknum agama pun mampu memberikan sokongan terhadap pergerakan liberal ini. Mereka telah merasuki lembaga-lembaga keagamaan dan pendidikan berbasis agama di Negara yang dikenal sebagai Negara terbesar penduduk nya yang beragama Islam ini. Seorang dosen benama Musdah Mulia yang mendapatkan gelar Doktor dari Amerika karena pemikiran liberalnya yang memberikan sertifikat halal pada kaum homo untuk beraktifitas dengan sebebas-bebasnya. Dan kita juga temukan sebuah gerakan liberal yang mengaku kaum muslim dan bernaung dibawah bendera Islam, namun ajarannya sangat jauh dari Islam.
Ide tentang kebebasan kini telah menyerobot hak-hak agama, hak-hak moral, hak-hak norma dan nilai kemasyarakatan. Akan kemana dikadukan? Akankah ada sebuah lembaga yang melindungi hak asasi norma dan nilai yang selama ini dianut oleh masyarakat?
Hingga akhirnya kita bisa menyimpulkan bahwa kebebasan yang kita anut saat iadalah kebebasan ala barat yang sangat jauh dari nilai peradaban sendiri. Hingga segala yang kita lakukan tidak bernilai, semua yang dilakukan anak bangsa hanya meniru dan mencontoh, dan jadilah Negara ini sebagai Negara pengkonsomsi “apa saja” asal sesuai selera. Akankah kita hanya berdiam diri melihat generasi muda dicekoki mainan yang merusak pemikiran mereka? Ataukah kita akan bergerak dari sekarang, berusaha semampu kita merubah apa yang bisa dirubah ?
0 komentar:
Posting Komentar