Suratan Takdir

Written By MZD's on Selasa, 16 Februari 2010 | 12.48


“ah…alhamdulillah, telah lepas dahaga dan lapar ini”, ucap Faidhurrahman sambil meletakkan secangkir syai yang telah diminum setengahnya ke atas meja.
Faidh, begitu panggilan akrab teman-temannya, ia sangat dikenal dengan keramahan dan kejujurannya. Setiap kata yang dikeluarkan sangatlah difikirkan terlebih dahulu. Setiap hari faidh sibuk kuliah, talaqqi, dan beberapa organisasi yang ia geluti. Mahasiswa tingkat dua Al-azhar ini mendapat predikat mumtaz di tahun pertamanya di Al-azhar. Tak heran jika ia sering dijumpai sendirian di setiap waktunya.
“kring,…”, sebuah sms masuk ke dalam inbox mobile-nya .
Faidh bergegas menuju kamar dan langsung membuka sms tersebut, isinya:
“salam…abang tunggu di mahattoh akhirah h-10, ada hal penting mengenai ibu. Segera!”,
Secepat mungkin Faidh menuju tempat tersebut, tanpa mengganti pakaiannya dia bergegas meninggalkan flat yang kosong karena ditinggal semua penghuninya. Malam itu angin berhembus kencang dingin tak seperti biasanya. Tak lama kemudian, azan isya pun berkumandang. Faidh yang masih mempunyai wudhu’ maghrib singgah ke sebuah masjid kecil di sebelah penjual ashob. Masjid itu tampak kumuh tak terawat, jamaahnya pun sedikit. Tak cukup 15 menit shalat pun selesai. Wajah faidh tampak pucat pasi, tanpa shalat sunnat ia pun meninggalkan masjid secepatnya.
Beruntung ia mendapati sebuah bus 80 coret yang kosong, malam itu benar-benar sepi tak seperti biasanya. Dengan hati yang cemas penuh harap ia menaiki bus tersebut dan kemudian duduk di bagian belakang bus. Faidh mengeluarkan tasbih dari sakunya, dan mulai menghitung butirannya dengan kalimat pujian pada Yang Kuasa.
“Subhanallah, Alhamdulillah, Lailaha illallah, Allahu akbar…”, ia berucap dalam keadaan yang mengkhawatirkan dan tiba-tiba pikirannya melayang ke Jakarta. Nyonya Rusydi seorang wanita tua yang telah lama terbaring di RS karena ditabrak mobil sebulan yang lalu.
“Bagaimana keadaan ibuku ya Allah??? “, gumam Faidh dalam hati.
Lelaki ini lama termenung di atas bis, tangannya menopang dagu yang bersih tidak berjenggot itu.
Pukul 15.00 di Jakarta
“Ayah…aku mau sholat!”, dengan terbata-bata Nyonya Rusydi memaksakan dirinya untuk bicara.
Tuan Rusydi langsung menolong istrinya untuk bertayammum. Perlahan-lahan ia menepukkan debu suci yang berada di atas lemari pendek berisi pakaian itu. Kemudian menyekakannya pada wajah dan kedua tangan istrinya. Dengan hati yang berat dan sangat tersiksa melihat istri yang dicinta tidak mampu melakukan apa-apa, sungguh tersayat hati Tuan Rusydi yang dikenal sebagai seorang alim yang penyayang pada keluarga itu. Sesaat kemudian seorang suster memanggil Tuan Rusydi ke ruangan dokter,
“Anda Tuan Rusydi?”
“Iya saya,,”
“Dokter memanggil anda untuk segera datang ke ruangannya, ada hal yang penting yang perlu dibicarakan”, seru suster berjilbab itu dengan nada rendah,
“Oke sus, saya titip istri saya”
“ Baik tuan”
Pukul 20.00 di Hay ‘Asyir dalam cuaca yang sangat dingin

Ghani yang merupakan kakak kandung Faidh, masih menunggu kedatangan adiknya di sebuah halte yang kotor. Di samping halte itu ada sebuah warung kibdah yang sudah sepi pengunjung. Tiba-tiba Ghani melihat seseorang berlari dari kejauhan dan dari gelagatnya gani tahu bahwa lelaki itu adalah Faidh adiknya.
“Abang, gimana keputusan ayah?”, tanya Faidh dengan napas terputus-putus,
“hmm, Faidh…abang sudah bicara dengan Ayah, besok kau harus pulang, ini tiketmu . besok pagi jam 01.00 pesawat take off!”
“Tapi …?”
“Sudahlah…jangan banyak bertanya, sekarang kau istirahat saja di rumah abang, dan besok kita sama-sama ke bandara”, tegas Gani.
Dalam perjalanan pulang, bibir Faidh tak henti-hentinya menyebut nama Allah, dalam hati ia berdoa agar ibu yang ia cintai dapat sembuh seperti sedia kala.
5 menit kemudian di ruangan dokter di RS Fatmawati Jakarta
“Anda Tuan Rusydi??”
“Iya dok, saya sendiri”
“Begini Tuan Rusydi,… langsung saja setelah kami melakukan beberapa tes dan pengobatan maupun terapi terhadap Nyonya Rusydi, kami ambil kesimpulan sebatas ilmu kami bahwa istri anda tidak dapat sembuh total, kalaupun sembuh beliau akan cacat ”, jelas dokter tersebut dengan nada tegas.
“Apa ?”
“Iya Tuan Rusydi, kami berkewajiban memberitahukan kepada keluarga pasien perihal keadaan pasien yang sesungguhnya, apapun itu”.
“Lantas anda tau apa tentang takdir? Saya tidak yakin anda mengetahui apa yang telah tertulis di langit, Tuhan lebih mengetahui daripada anda ! ”, jawab Tuan Rusydi dengan emosi.
“Maaf tuan Rusydi, kami tidak bermaksud mengecewakan anda, tapi memang begitulah kenyataannya. Cuma keajaiban Tuhan yang bisa menyembuhkan istri anda, maaf saya tidak bisa berlama-lama…lima menit lagi saya harus ada di ruang operasi, permisi…”, dokter itu berlalu meninggalkan Tuan Rusydi.
Air mata Tuan Rusydi mengalir tak tertahankan, mata hatinya tertekan oleh perkataan dokter yang menutup harapan kesembuhan atas istrinya. Dalam tangisnya ia menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih,
“Allahu Rahman…ya Rohim, jangan engkau bebankan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya ya Allah,…aku memohon dengan asma-MU yang tinggi…sembuhkanlah istri hamba seperti sedia kala ya Rabb, atau ambillah nyawanya jika ia menderita dengan keadaan seperti ini ya Allah, hamba ikhlas ya Tuhanku,..hamba tidak kuat melihat istri hamba menderita seperti ini ya Allah..amin…ya mujibassailin”.
Keesokan harinya Di Bandara Internasional Kairo

“Sejam lagi take off, cepatlah kau chek in, satu pesanku wahai adikku…jangan pernah kau melupakan Allah di setiap hembusan nafasmu, teruslah berdoa demi kesembuhan ibu, kau orang sholeh…doa mu mustajab insya Allah,,..”
“Baik bang,…aku akan selalu mengingat pesanmu”
“ya sudah ayo sana chek in,…hati-hatilah!”
“iya bang”, sambil berpelukan meneteslah air mata kedua beradik kakak ini, seakan itu pertemuan terakhir bagi mereka berdua.
Faidhpun bergegas masuk ke dalam bandara, dan lama-kelamaan menghilang dari pandangan kakaknya.
Setelah beberapa di jam atas pesawat
Semua orang terlelap dengan nyenyak, kabin pesawat tampak gelap dan sangat dingin.
“greeeeeeeeeeek…greeeeeeeeek…”, tiba-tiba pesawat bergoyang dan miring ke kanan kira-kira 45 derjat.
Semua penumpang di atas peawat itu tampak panik dan berteriak ketakutan.
Dalam keadaan tubuh pesawat yang miring tersebut
“Astaghfirullahal ‘azhim..…”, Faidh terbangun dari tidurnya.
“Attention please,…for all passengers of our armada is facing a big wind with cloud rain outside, keep on your safety belt…’, terdengar suara seorang pramugari memberitahukan bahwa pesawat ini sedang menghadapi angin kencang dan hujan di luar, dan agar tetap memasang sabuk pengaman masing-masing.
Dalam keadaan tersebut Faidh tetap berzikir, mulutnya tak henti-henti mengucapkan dua kata…
“La ilaha illah, muhammadurrasulullah…”, dua kata yang ringan untuk diucapkan namun timbangannya berat di akhirat nanti.
Pikirannya tertegun pada Sang Penguasa alam, ia mencoba melihat ke arah jendela dan yang ada hanya kegelapan.
“greeeeeeeeeek…duuusshhh…dusssssshg…”

Pesawat mulai kehilangan kontrol, para penumpang berteriak ketakutan, dalam pesawat yang sudah miring setengah tersebut pilot mencoba untuk menurunkan oksigen dan memerintahkan agar setiap penumpang mengeluarkan sabuk pelampung di bawah kursi,
Sementara kepala faidh berdarah karena terbentur jendela pesawat, ia berusah mengelap darahnya dan sewaktu itu yang dia ingat hanyalah ibunya, mengucur deras air mata pemuda ini, ia teringat akan kata-katanya yang sering melawan, ia ingat dulu ia sering membantah ibunya, ia sering meninggikan suara pada ibunya.
“ Ya Allah…ampuni aku…ampuni dosaku pada ibuku…, ibu…ampuni anakmu.”
Tiba-tiba badan pesawat terhempas berkali-kali dan benar benar lepas kendali, beberapa penumpang ada yang terlepas dari kursinya dan terhempas ke dinding pesawat.
“Lailaha illallah,,,muhammadurrasulullah…”, air mata Faidh masih mengucur, inilah kata terakhir yang terdengar dari dalam pesawat.
Kemudian suara kru armada menghilang, dan akhirnya pesawat itupun hilang di kegelapan malam.
Di RS Fatmawati Jakarta
“Prank….”, gelas berisi air putih itu terlepas dari genggaman Tuan Rusydi.
“Astaghfirullah.,..”, tiba-tiba perasaan Tuan Rusydi jadi tidak enak dan firasatnya mengatakan telah terjadi sesuatu.
“Kring..kring…”, mobile Tuan Rusydi berbunyi,
“Hallo, assalamualaikum…”
“Iya Ghani ada apa??”|

“apa? Innalillahi wa inna ilaihi roji’un,,,,….faidh anakku..”, air mata Tuan Rusydi mengalir di atas pipinya yang sudah tampak kurus itu.
Ia terjatuh dari kursi yang ia duduki, air matanya mengalir deras, anak bungsunya meninggal karena kecelakaan pesawat, sungguh kejadian yang tidak pernah ia duga. Namun itulah takdir, Tuan Rusydi sangatlah sabar dan menerima semuanya dengan tabah. Satu hal yang ada di pikirannya ia harus menyembunyikan hal ini dari istrinya.
3 bulan kemudian
Nyonya Rusydi sedang berlatih berjalan di halaman sebuah rumah sakit di daerah Bogor, ia dipindahkan karena Tuan Rusydi kecewa dengan pelayanan di RS sebelumnya. Dan berkat izin Yang Kuasa, sekarang Nyonya Rusydi sudah bisa berjalan tanpa bantuan dari siapapun. Setiap hari ia diterapi dan beliau belum mengetahui sama sekali perihal kematian Faidh anak bungsunya.
“Ibu..”
“Iya ayah..”
“ada hal yang penting yang harus kusampaikan padamu, ini mengenai anak kita Faidhurrahman,..dan aku pikir inilah saat yang tepat”
“Ada apa dengan Faidh ayah? dia baik-baik saja kan?”
“Ibu harus sabar mendengar hal ini, 3 bulan yang lalu sewaktu ibu masih sakit, Faidhurrahman kurencanakan untuk pulang untuk melihat keadaanmu karena setiap hari kau selalu mengigau menyebut-nyebut namanya..., tapi takdir berkata lain, pesawat yang ia tumpangi terjatuh, Faidh sudah meninggal …dan mayatnya tidak ditemukan sampai sekarang,
Dan ibu harus bersyukur..., karena Allah sangat sayang denganmu, ia menyembuhkanmu dari penyakit yang mustahil untuk disembuhkan, ingatlah firman Allah dalam Al-quran”
Yaa ayyuhallazina amanu ista’inu bissobri wassholah..innallaha ma’asshobirin, dan minta tolonglah degan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar”
Mendegar hal itu, Nyonya Rusydi terdiam sejenak, air matanya mengucur deras dalam pelukan suaminya, kemudian ia berkata;
“Qoddarallahu ma syaa wa faal…aku telah mengampuni kesalahanmu anakku sayang”.
Tamat.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Site Owner

Foto Saya
Hussein, Cairo, Egypt
interest n honest, like humour n little humouris innocent...dan quitest..righteous,...to the point...no courtesy ...,,,bored...sometime like alone and i like tobe alone,( i dont know why),,,melankolic,,n romantic....occasionally emotional.. humble, easy going, ...(nice tobe invited by someone to go to somewhere) , also a traveller who's dream to colonize the world...at least the conqueror countries...i have to go there...yeah...God willing .,,fed up when the troubles come,...education absolutely no.1 and followed by love..hahaha kidding...i have never dated...n anti-dating....my motto is "my first girlfriend is my lovely wife...someday" hehehe....God willing.... someone said that i am bad-tempered, when my angry comes, my eyes become out ...hahaha...( joke) ....next...i hate foods wich are contain chemical substances, i am sistematically person ......but dont know how to practice ...hahaha... wanna be succesman in this world ...and the day after... God willing... ups.....i am faithfull man...oncetime i fall in love, for me its gonna be difficult to forget it ...

Renungan

Allah adalah satu-satunya yang paling berhak untuk kau jadikan tempat berharap.

Manusia yang hebat tidak akan mengeluh sebelum ia sampai pada tujuan.


Cinta adalah ketika seorang Ibu merawat anak-anaknya sendirian tanpa keluhan.


Wanita sholeha tidak akan menjajakan hatinya pada setiap lelaki dengan gratis.



Followers

Popular Posts



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Youth of a Moslem - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger