(Jaulah)
Bagi anda yang hidup di daerah mayoritas beragama Islam, pastinya mendapatkan kenyamanan luar biasa ketika anda beribadah ataupun beraktifitas. Namun bagaimanakah rasanya menjalani kehidupan di kumpulan masayarakat yang berbeda keyakinan? Nyaman kah? Atau malah dimusuhi?
Seorang muslimah yang pernah bekerja di Dubai, Jerman dan Austria akan mengungkapkan bagaimana suka dan duka menjalani bulan Ramadhan di Eropa.
“Yang saya rasakan biasa saja, kita hidup berdampingan secara wajar, saling menghormati”. Begitu ungkap wanita yang bekerja sebagai Au Pair dalam bahasa Austria yang berarti Baby Sitter ini.
Lebih lanjut dia bercerita tentang kondisi masjid sebagai tempat ibadah umat muslim di Austria. Seperti di tahun 2009 kemarin, rencana pembangunan masjid kedua di Wina, yg tentu saja telah mendapat persetujuan pemerintah kota Wina, didemo habis-habisan oleh warga Wina, mereka beralasan karena masjid tidak sesuai dg kultur Austria.
”Jika kita berkunjung ke Ibukota Austria tersebut, ada satu masjid utama di kota tersebut., di Bad Pirawarth sendiri (tempat saya tinggal) hanyalah desa kecil, jadi kita tidak bisa mengharapkan lebih, “ ungkapnya.
Pada 2010, diperkirakan ada sekitar 400.000 sampai 500.000 Muslim di Austria, atau sampai sekitar 6% dari total populasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Masyarakat Muslim Internasional Austria, masyarakat dapat memahami Islam karena telah diatur secara resmi.
Agama Islam menyusul Protestantisme sebagai kelompok agama terbesar ketiga di negara itu pada tahun 2010.
Sebagian besar umat Muslim datang ke Austria selama tahun 1960-an sebagai pekerja migran dari Turki, Bosnia, Herzegovina dan Serbia. Ada juga masyarakat keturunan Arab dan Pakistan.
Bundesland Vorarlberg barat adalah kota industri yang kecil dan desa yang memiliki saham tertinggi Muslim di Austria dengan 8,36% (menyerupai bagian utara-timur tetangga Swiss dalam hal ini). Kemudian diikuti oleh Wina dengan 7,82%.
Austria sendiri telah mengatur kebebasan keagamaan masyarakat Muslim dengan yang disebut "Anerkennungsgesetz" ("Undang-undang Pengakuan"). Hukum ini diaktifkan kembali pada tahun 1979 ketika Komunitas beriman Muslim di Austria (Islamische Glaubensgemeinschaft di Österreich) didirikan. Organisasi ini berhak untuk memberikan pelajaran pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri. Begitupun halnya dengan wanita berhijab yang tidak ada larangannya, hingga bisa dikatakan umat muslim di Austria diberikan hak-haknya secara utuh, walau terkadang ada diskriminasi.
Menurut wanita yang tinggal di Negara bagian Bad Pirawarth, Niederoesterreich, Austria ini, masjid yang ditempati masyarakat keturunan Turki tersebut hanya digunakan untuk perkumpulan tersebut, “perlu diketahui, tidak seperti di Indonesia, disini ada masjid Iran, masjid Pakistan, masjid Turki, yg berarti masjid tersebut adalah untuk golongan tersebut saja, sedangkan masjid yang bisa digunakan semua golongan biasanya adalah masjid utama yg ada di Islam Zentrum (pusat Islam)”.
Menurut wanita yang tinggal di Negara bagian Bad Pirawarth, Niederoesterreich, Austria ini, masjid yang ditempati masyarakat keturunan Turki tersebut hanya digunakan untuk perkumpulan tersebut, “perlu diketahui, tidak seperti di Indonesia, disini ada masjid Iran, masjid Pakistan, masjid Turki, yg berarti masjid tersebut adalah untuk golongan tersebut saja, sedangkan masjid yang bisa digunakan semua golongan biasanya adalah masjid utama yg ada di Islam Zentrum (pusat Islam)”.
Dalam masalah beribadah pun dirasakan tidak ada hambatan yang begitu berarti, untuk mengetahui waktu sholat dan jadwal imsak misalnya, tidak ada masalah sedikitpun. “Ada banyak website islam, seperti halnya www.islamicfinder.org, yg mencantumkan waktu sholat untuk tiap negara, bahkan website ini mengirimkan jadwal sholat tiap bulannya”, tuturnya.
Begitu pula dengan food court ataupun supermarket, “makanan halal banyak, kalau pertanyaan ini dimaksudkan tidak hanya untuk makanan yg mengandung daging. Sementara makanan yang mengandung daging, wallahu a'lam, saya tidak tahu bagaimana cara mereka menyembelih hewan-hewan yg seharusnya halal”.
Sementara di saat Ramadhan tiba, seperti halnya hari Raya agama lain di Indonesia, bagi golongan yang merayakannya bersama tentulah Ramadhan dibuat semarak, tapi bagi yang bukan penganut, mereka tidak menyadari aroma Ramadhan. “Bagi saya sendiri, yang hidup terpisah dari golongan, menikmati Ramadhan ala kadarnya”, tuturnya.
”Di Jerman, karena ketika Ramadhan datang saya baru beradaptasi, jadi saya belum punya kenalan golongan atau info apapun tentang Ramadhan dan agendanya”, ungkap wanita yang telah satu tahun bekerja di Jerman ini.
“sedangkan di Wina sendiri, biasanya pihak KBRI mengadakan acara buka puasa bersama dan tarawih bersama, bahkan mengundang Ustadz dari Indonesia”, lanjutnya.
Dalam mengisi bulan Ramadhan yang penuh ampunan ini, Muslim Indonesia di Austria biasanya mengadakan tarawih bejama’ah. Ada yg secara golongan seperti halnya yg dilakukan pihak KBRI, atau perkumpulan pengajian warga Indonesia, ada pula yang umum seperti di masjid Islam Zentrum.
Untuk menjalin tali silaturrahmi pun, Muslim di Austria biasanya mengadakan pengajian rutin demi menambah rasa persaudaraan dan ukhuwah diantara mereka. “di Austria biasanya pada hari Minggu sore diadakan pengajian rutin”, tutur wanita ini.
Menjelang Lebaran pun, muslim Indonesia di sini tidak terlalu sibuk untuk mempersiapkan segala sesuatu. Karena keadaan yang serba alakadarnya. Dan di saat Hari Raya Iedul Fitri datang mereka berbondong-bondong untuk melaksanakan sholat Iedul Fitri di KBRI, Mengadakan acara silaturrahmi saling memaafkan (ta’afuf) dan makan-makan bersama.
“menurut saya perayaan Lebaran di sini cukup meriah” ungkapnya.
0 komentar:
Posting Komentar