Siang itu Ibrahim berniat mengajak Syira mengunjungi sebuah tempat yang begitu istimewa.
“pak Ahmad…tolong tape-nya dihidupkan,
Syira…taukah kamu, lagu ini mengingatkanku ketika kita dahulu pertama kali bertemu di musim panas di maktabah Darussalam.
Wktu itu…
***
“ya salaam…aho kitab ili abhas munzu kan zaman, (ini dia kitab yang cari-cari dari dulu nih…)” ucap seorang pemuda Mesir teman dari Ibrahim, kemudian Ibrahim mengambil buku itu. Judulnya “diwan Hasan bin Tsabit”, sebuah kumpulan syair-syair seorang penyair jahiliyah yang masuk islam kemudian menjadi kaum anshor yang menolong Rasulullah di Madinah.
Tak lama kemudian terdegar ada yang seperti bertengkar. Kasir maktabah itu berteriak agak keras sehingga mengejutkan konsumen yang sedang berada di dalam toko tersebut.
Dari jauh Ibrahim memperhatikan, ternyata kasir itu berbicara dg seorang wanita yang menggunakan jubah dan jilbab panjang dengan menyandang tas dan seutas tasbih di tangannya. Sepertinya orang Indonesia, gumam Ibrahim dalam hati.
“habibi..istanna suwayya, (bro, tunggu bentar.) “, ucap Ibrahim pada Uwais sahabatnya.
Ibrahim mendekati kasir itu kemudian bertanya perihal apa yg terjadi.
“ma lak enta, bint di aiz bitisytar kitabaat mujalladah, lakeen ma andaha fulus, wa hina ragil dah aiz nafsal kitab (apa urusanmu?wanita ini ingin membeli kitab yang berjilid ini, tapi dia tidak bawa uang yang cukup, smentara, lelaki ini juga ingin membeli kitab yg sama ) sambil menunjuk ke arah seorang Afrika.
Kemudian lelaki Afrika itu mengeluarkan uang, dan ingin menebus kitab tersebut.
Ibrahim menahannya, Ibrahim kemudian menjelaskan hal ini terlarang sementara wanita inilah yang pertama yang menjatuhkan pilihannya pada buku tersebut dan ingin membelinya. Ini terlarang dalam jual beli untk memberikan barang kepada penawar kedua sementara penawar pertama masih menjatuhkan pilihannya pada barang tersebut.
“bas..kholas ya ragil, lau aiz bi titisytar kutub dih, tafaddal. Thab’an bil fulus.(okelah kalau mau belu buku ini, silakan asal ada uang),” tegas kasir, sambil melirik ke arah wanita itu.
Wanita itu hanya bisa diam mendengarnya.
Lalu ibrahim bertaya ada wanita itu,
‘afwan, ustadzah benar ingin beli kitab ini?
“a..i…itu…a’ tampak sekali wajah itu pucat mendengar Ibrahim berkata kepadanya.
“kalau mau saya akan bantu ustadzah membelikan kitab-kitab ini, kebetulan saya bawa uang lebih.”
“jangan … saya …saya..saya tidak ..”
“tidak apa, saya ikhlas”
“tapi saya tidak kenal anda…”
“allah tidak pandang siapa saya, dan siapa anda,…yg Allah pandang hati kita,... hati saya , saya ikhlas setulusnya menolong mu, ...wallah.”
Mendengar itu, jantung wanita itu berdebar kencang, dia takut menaikkan wajahnya untuk sekedar melihat pemuda itu, dia terlihat begitu gugup, tangannya berkeringat.
Tapi rasa penasarannya membuat ia ingin mengetahui siapakah orang yang telah mau menolongnya ini, ia beranikan diri melihat mata pemuda itu,
“subhanallah”, Ibrahim bergumam dalam hati, ia takjub dan terkagum melihat keindahan wanita yang ada dihadapannya itu, matanya bagaikan sebuah telaga di padang pasir yang berpagarkan kebun kurma yang begitu manis.
Hati wanita itupun tak mulai tak karuan,
“astagfirullah…”ibrahim menjatuhkan pandangannya ke arah lain.
“ah astagfirullah…afwan sepertinya ana harus mengembalikan buku-buku ini ke tempatnya semula.” “baru saja dia mau mengangkat buku buku itu, ibrahim langsung mengeluarkan dompetnya dari celan dasar creamnya itu.
“kam da kulluh ya am? (brapa semuanya pak?)”, Tanya Ibrahim pada kasir itu.
“sittu mi’ah wa khamsin gunaihan (650 geneh)”.
“khud dah ya am..”, sambil memberikan beberapa lembar uang ratusan geneh pada kasir itu.
“Ini kitab-kitab mu, sekarang sudah menjadi miliknmu, semua bisa kamu gunakan, kitab ini saya tahu susah untuk mendapatkannya, dan setau saya kitab ini tidak akan keluar lagi untuk cetakan tahun sekarang. Akan sangat sulit ditemui lagi, silakan diambil “, sambil menyerahkan kitab-kitab itu pada wanita itu.
Sementara wanita itu hanya terdiam , matanya terpaku pada tumpukan kitab di tangan Ibrahim.
“ustadzah dengar saya?”
“hmm..iya…a..ehm..”matanya
“Uwais yallah…sur’ah asyan nirgi (Uwais cepatlah kita harus segera kembali)”,
“yooot…fi eh ya am? Fi musykilah?”, Uwais mendekati mereka dan bertanya apa gerangan yang terjadi.
“la’h ..mafisy musykilah. Kholas ba’ah yallah (tidak ada masalah, sudah mari kita pergi)
“istanna ya habib, ma dafa’tusy dah …hohoho( bentar aku belum bayar bukunya)”, keluh Uwais sambil mengabil uang di sakunya.
“yallah…(ayo cepat)”
“oke, saya tidak enak berlama-lama di sini, sebentar lagi saya ada kuliah,
Kitab ini saya tinggal di sini terserah mau diambil atau ditinggal. Yang penting niat saya sudah sampai. Afwan kalo terkesan agak lancang.
asssalamualaikum…”, ibrahim pun berlalu meningglkan wanita itu.
Kemudian tiba-tiba,
“tunggu…, hmm nomer hape ada?”, masih dg pandangan mata yang tertunduk.
Ibrahim kaget bukan kepalang, dia terkejut kenapa wanita itu yang terkesan pendiam malah meminta nomer hape,, “apa dia mau nelpon saya? Ah…astagfirullah”, gumamnya dalam hati.
“0191647489”
“oke syukon…”
“afwan, assalamualaikum…”
“waalaaikumsalam”
Ibrahim dan Uwais pun kembali ke kampus, mereka ada kuliah ilmu aswat hari itu . Darussalam perlahan menjauh dari pandangan. Mereka beranjak meninggalkan toko buku yang digemari oleh mahasiswa Al-Azhar itu, di samping karena lokasinya yang dekat dengan kampus juga termasuk salah satu maktabah yang terbesar di sana. Panasnya udara Cairo membakar tubuh mereka,
Belum sampai di gerbang kampus, sebuah sms masuk,
“Assalamualaikum. Afwan .. ana tidak mampu bicara dg ikhwan. Ana takut. Tolong dimaklumi. Mengenai buku tadi terima kasih banyak, ana akan ganti uang akhi.
-dari wanita yang kau tolong tadi-”
Ibrahim membalas:
“waalaikumsalam,,,ya ana paham..subhanallah ternyata ana telah salah. ana telah berhusnudzon tadi , ana seharusnya yang minta maaf. Uang itu tidak usah dikembalikan, itu ikhlas ana berikan.”
“ana tidak bisa menerimanya, ana takut menerimanya, ana takut akan banyak pertanyaan yang datang di akhirat nanti kerna buku ini, besok ana datang lagi ke Hussein, ana akan titipkan ke satpam kampus banin (laki-laki) uangnya insya Allah.tolong diterima.”
“okelah kalo ukhti memaksa, semoga bukunya bisa bemanfaat.”
“amin,…syukron akh…”
Sampai di sini, dan sms berantai itu berhenti.
“dan kamu tau wanita itu siapa? dialah wanita yang ada di pelukanku saat ini…hingga akhirnya dia sepenuhnya jadi milikku”
Ibrahim tampak begitu bahagia dengan istrinya.
Lagu kenangan itu pun selesai diputar sesaat setelah Ibrahim menceritakan kenangan pertemuan mereka untuk pertama kalinya.
Sesaat kemudian mobil mewah itu sampai di tempat tujuan.
“ayo kita turun sayang”
“kita mau ke rumah siapa mas?”
“Kita turun saja dulu, nanti kamu juga pasti akan tahu..”
Kedua pengantin baru itu memasuki sebuah apartemen mewah di kawasan 6th October,
Ibrahim menekan menekan tombol lift lantai 5.
Sesaat mereka sampai di lantai 5, mereka menuju pintu beberapa meter tepat di depan lift itu.
“Ibrahim membuka pintunya”
terlihat begitu banyak bunga yang menghiasi ruangan itu.
“Ini rumah siapa mas”? Tanya Syira kebingungan.
“sayang,… ini rumah kamu dan anak-anak kita nanti”,
Mendengar hal itu seakan tidak percaya, Syira langsung saja memeluk suaminya, air mata Syira jatuh tak tertahankan, “ Ya Allah betapa besar nikmatmu padaku, terima kasih telah memberikanku seorang suami yang sholeh dan mencintaiku”
“tidak, seharusnya aku yang berkata demikian Syira,” Allahu ya Rahim, segala puji bagimu atas nikmat dunia yang kau berikan padaku,
dan istri sholeha yang ku dapatkan ini …jika kau izinkan….akan ku jaga ia hingga akhir hayatku nanti…”
*bersambung
0 komentar:
Posting Komentar